Teman Kecil

Kisah ini bermula saat aku duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ternama di salah satu desa yang berada di kecamatan Sampong kabupaten Ponorogo. Sekolah yang banyak mengajari aku akan banyak hal terutama bagaimana caranya bermimpi dan terus bermimpi, Sekolah yang mengenalkanku akan dunia luar, dunia yang penuh dengan impian juga bertabur ribuan harapan, kita bebas untuk bermimpi apa saja dan kebanyakan mimpi teman-temanku sudah terwujud di tempat itu juga.
Salah satunya adalah David Romansyah atau biasa dipanggil Kempot, seorang anak laki-laki yang yang populer di sekolah tersebut, siapa yang gak kenal dia ? wajah tampan, mata sipit, badan tidak erlalu tinggi, rambut lurus dan gampang bergaul dengan siswa – siswa yang lain, tapi yang paling penting adalah dia merupakan salah satu gitaris band yang ada di sekolah, pada saat itu pemain band sangat digandrungi oleh kaum hawa, disamping itu dia adalah pribadi yang menyenangkan, sejak kita berada di sekolah yang setiap hari pelajarannya hanya menyanyi dan menghitung kita sudah berteman, iya memang benar aku dengan david sudah berteman saat kami masih di TK bahkan sampai sekarang pun pertemanan itu masih berlanjut.
Rengky Glorius Sadika atau Gareng (salah satu tokoh pewayangan punosekawan), gak tau kenapa dia di panggil seperti itu kata-kata itu muncul begitu saja tanpa kita tau sebabnya apa, gareng ini adalah fokalis dari grup band sekolah, dia seperti david juga anak yang populer di sekolah, banyak wanita yang tergila-gila dengan dia, selain anak orang kaya dia memiliki senyum yang khas dan menawan. Tapi anehnya waktu SD dia sudah 3 kali pindah agama. Ntah itu benar atau hanya Cuma ingin menghindari pelajaran agama, yang kebetulan gurunya sangar, gareng juga adalah anak yang pandai dia selalu masuk 5 besar setiap kelas.
Orang yang selalu memiliki impian yang besar, dia tidak pernah berhenti untuk bermimpi, tapi dengan mimpi- mimpi itu dia menjadi termotifasi untuk tetap berusaha mewujudkannya. Dia juga masih termasuk teman kecilku, Sirgius Fikri Hudi Oktriawan atau lebih sering kita panggil dengan sebutan Themen, dari kecil dia sudah bekerja di bengel milik pamannya, yang aku salutin dari dia adalah hampir tidak pernah ada kesedihan yang dia tunjukin di wajahnya, justru sebaliknya hanya kekonyolan – kekonyolan lah yang dia berikan ke pada para teman – temannya. Meski orang tuanya berpisah saat dia berumur 17 tahun, banyak juga masyarakat yang tidak menyukai dengan sifatnya, tidak jarang banyak orang yang lebih memilih menjauhi atau meninggalkan dia dari pada mempertahankan untuk bersama.
Mereka bertiga sangat jauh berbeda dengan aku, aku yang lahir dari keluarga yang jauh dari kata sederhana apalagi kecukupan, dibesarkan oleh singgle parent yang dibantu oleh seorang wanita tua dan seorang lelaki yang berumur 60 tahunan, iya mereka adalah kakek dan nenek ku, ayahku sudah meninggal dari aku umur 5 bulan dalam kandungan, sedih sih sebenarnya jika aku keingat atau sedang kangen dengan beliau meski aku belum pernah sama sekali melihat atau kenal beliau secara langsung namun aku bersyukur masih punya keluarga yang benar – benar sayang dengan aku sampai kapanpun. Aku berbeda dengan para sahabat – sahabatku, aku tidak populer, aku tidak bisa main alat musik, selama aku di sekolah aku hanya jadi orang pendiam dan minder. Jadi mustahil ada wanita yang mau untuk melirikku. Anggi kusuma Putra begitulah nama yang diberikan oleh orang tuaku, tapi temen – temen sering memanggilku dengan sebutan Culun ataupun Kadong (belalang cengcorang dalam bahasa jawa), dan inilah kisah persahabatan ku.
Sejak kita lulus SMP kita sudah jarang bertemu apalagi untuk ngumpul bareng, mereka melanjutkan sekolah SMA terfavorit di desa kami. Lingkungan yang baru, teman yang baru, pergaulan yang baru dan akhirnya yang lamapun ditingglkan, sedangkan aku ? karna perekonomian keluarga yang sangat minim akhirnya aku tidak melanjutkan sekolah ke tingkat SMA. Aku nganggur 2 tahun, selama itu aku mencoba untuk bekerja kesana dan kemari. Hingga pada akhirnya, aku dapat kabar dar kluarga dari almarhum ayahku yang berada di BIMA – NTB, smua terasa dadakan pagi hari aku terima telfon dan sorenya ternyata aku sudah dijemput. Harapan awalku Cuma ingin melanjutkan sekolah SMA saja, dan jika aku harus pergi sejauh itu untuk mendapatkan impianku, aku akan lakukan, akhirnya hari dimana aku harus ninggalin desa kelahiranku telah tiba, aku pergi dengan pamanku (adik ayahku yang no 2).
Ayahku adalah anak pertama dari 7 bersaudara, beliau dilahirkan di sebuah desa kecil yang bernama Kalampa. Dari kecil beliau di asuh oleh neneknya karna orang tuanya tidak suka dengan sifat dia, Junaiddin Abdullah itulah namanya namun orang – orang lebih suka memanggilnya Ju Wako (wako adalah kepiting dalam bahasa bima), menurut cerita dari para tetangga kalau ayahku dulu suka mencuri barang – barang milik orang tuanya, namun itu dilakukan bertujuan untuk membantu temen – temennya yang sedang kesusahan, bisa di bilang ayahku dulu adalah preman kampung, tidak ada yang tidak kenal dengan beliau walaupun setiap berantem ayahku selalu kalah.
Aku berada di bima selama 7 tahun, setelah aku lulus SMA aku di minta oleh paman ku untuk melanjutkan di jenjang perkuliahan, awalanya tidak ada iatku untuk melanjutkan kuliah, targetku setelah lulus SMA aku akan mencari kerja di Jawa, Namun Ternyata Tuhan punya Rencana lain. Aku kuliah di Uniiversitas yang mempelajari politik di kota bima, sekarang aku sudah di semester 6 tinggal selangkah lagi aku bisa menyandang gelar sarjana dan bisa kembali ke jawa, tempat kelahiranku.


Bersambunng.......

(Sorry gan....yang nulis lagi gak bisa mikir,,,,,)

0 komentar:

BUDAYA BERJABAT TANGAN DI PINGGIR JALAN SAAT LEBARAN DESA KALAMPA KEC. WOHA KAB. BIMA



Oleh : Anggi Kusuma Putra


Idhul Fitri Merupakan hari raya yang selalu di nanti – nantikan oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia, hari raya idhul fitri jatuh pada tanggal 1 syawal pada penanggalan Hijriyah.

masyarakat desa kalampa bersilaturahmi di
pinggir jalan raya saat idhul Fitri
Dalam bahasa jawa, idhul fitri identik dengan istilah Lebaran yang memiliki arti “ Selesai”. Hal ini untuk menandai berakhirnya bulan suci ramadhan dengan puasa penuh selama 30 hari dengan pesta kemenangan. Banyak umat muslim yang berpandangan umum seperti ini. Manusia selama ramadhan diminta untuk jihad, melawan hawa nafsu berupa makan dan minum serta nafsu – nafsu yang lainnya seperti tidak berhubungan badan dengan suami maupun istri pada siang hari. Setelah berjuang melawan nafsu tersebut, umat islam merayakan kemenangannya melalui hari raya lebaran. Umat muslin justru di haramkan melakukan puasa pada hari raya idhul fitri tersebut.

Biasanya sebelum lebaran para perantau yang megadu nasib di luar kota akan pulang atau sering kita kenal dengan istilah “Mudik” agar bisa merayakan hari raya Idhul Fitri bersama sanak saudara di kampung halaman mereka. Budaya bersilaturahmi dan berjabat tangan dengan saudara maupun tetangga – tetangga sekitar rumah sudah menjadi suatu budaya bagi semua orang. Tidak terkecuali pada warga desa kalampa kecamatan woha kabupaten Bima.
warga desa kalampa menunggu para jemaah sholat Idhul Fitri


Para warga juga melakukan prosesi berjabat tangan selesai melaksanakan sholat idhul fitri, disamping untuk memperkuat tali silaturahmi, merekapun juga mempertahankan kebudayaan yang sudah ada sejak dahulu kala. Dan kebiasaan tersebut sudah menjadi suatu kebudayaan di desa tersebut.
Hal tersebut dilakukan sebab menurut mereka akan lebih susah lagi untuk bertemu jika sudah berada dirumah, karena jarak rumah yang jauh, kesibukan masing – masing bahkan mungkin mereka tidak akan bisa bertemu di karenakan sang pemilik rumah sudah pergi kerumah keluarganya yang lain sehingga rumahnya kosong. Oleh sebab itu cara ini dilakukan untuk mengantisipasi semua kemungkinan tersebut.

Namun ada yang menarik pada masyarakat di desa ini, mereka melakukan prosesi berjabat tangan di pinggir jalan raya, jadi masyarakat yang tidak melakukan sholat idhul fitri maupun masyarakat yang seudah pulang terlebih dahulu di rumah seusai melakukan  sholat tersebut dan mereka akan menunggu para muslim lain yang di belakangnya hanya sekedar untuk berjabat tangan saja dan hal tersebut akan terus di lakukan hingga tidak ada lagi masyarakat yang berjalan pulang dari masjid lagi.

Sehingga muslim atau jamaah sholat id yang berjalan pulang mau tidak mau harus berjabat tangan dengan masyarakat yang sudah berdiri di pnggir jalan menunggu mereka, tak jarang pla air  mata berjatuhan karena merasa terharu. Mulai dari anak – anak, remaja, orang dewasa bahkan lansia pun juga ikut menunggu dan bersalaman di pinggir jalan.


Hal semacam ini baru pertama kali penulis jumpai dan belum tentu ada di daerah – daerah lain selain kota bima tercinta, tradisi inipun juga dapat di katakan unik, efektif  dan efisien dalam menjalin tali silaturahmi sesama muslim dan sesama warga, terutama pada masyarakat desa Kalampa Kec. Woha Kab. Bima – NTB. 

0 komentar:

Copyright © 2013 CORETAN KU